ini adalah tips foto landscape dan anda dapat menpraktekan langsung
Semoga berguna.
tips foto landscape
1. Maksimalkan Depth of Field (DoF)
Sebuah pendekatan konsep normal dari sebuah landscape photography
adalah "tajam dari ujung kaki sampai ke ujung horizon". Konsep dasar
teori "oldies" ini menyatakan bahwa sebuah foto landscape selayaknya
sebanyak mungkin semua bagian dari foto adalah focus (tajam). Untuk
mendapatkan ketajaman lebar atau dgn kata lain bidang depth of focus
(DOF) yang selebar2nya, bisa menggunakan apperture (bukaan diafragma)
yang sekecil mungkin (f number besar), misalnya f14, f16, f18, f22, f32,
dst.
Tentu saja dgn semakin kecilnya apperture, berarti semakin lamanya exposure.
Karena
keterbatasan lensa (yang tidak mampu mencapai f32 dan/atau f64) atau
posisi spot di mana kita berdiri tidak mendukung, sebuah pendekatan lain
bisa kita gunakan, yaitu teori hyper-focal, untuk mendapatkan bidang
fokus yang "optimal" sesuai dgn scene yang kita hadapi. Inti dari jarak
hyper-focal adalah meletakan titik focus pada posisi yang tepat untuk
mendapatkan bidang focus yg seluas-luasnya yg dimungkinkan sehingga akan
tajam dari FG hingga ke BG.
Dengan DoF lebar, akibat penggunaan f/20 dan pengaplikasian hyper-focal distance untuk menentukan focus
Masih dgn pengaplikasikan hyper-focal untuk mendapatkan DoF yg seluas2nya
2. Gunakan tripod dan cable release
Dari #1 diatas, akibat dari semakin lebarnya DOF yang berakibat semakin
lamanya exposure, dibutuhkan tripod untuk long exposure untuk menjamin
agar foto yang dihasilkan tajam. Cable release juga akan sangat
membantu. Jika kamera memiliki fasilitas untuk mirror-lock up, maka
fasilitas itu bisa juga digunakan untuk menghindari micro-shake akibat
dari hentakkan mirror saat awal.
3. Carilah Focal point atau titik focus
Titik focus disini bukanlah titik dimana focus dari kamera diletakkan,
tapi lebih merupakan titik dimana mata akan pertama kali tertuju
(eye-contact) saat melihat foto.
Hampir semua foto yang "baik" mempunyai focal point, atau titik focus
atau lebih sering secara salah kaprah disebut POI (Point of Interest).
Sebetulnya justru sebuah landscape photography membutuhkan sebuah focal
point untuk menarik mata berhenti sesaat sebelum mata mulai mengexplore
detail keseluruhan foto. Focal point tidak mesti harus menjadi POI dari
sebuah foto.
Sebuah foto yang tanpa focal point, akan membuat mata "wandering" tanpa
sempat berhenti, yang mengakibatkan kehilangan ketertarikan pada sebah
foto landscape. Sering foto seperti itu disebut datar (bland) saja.
Focal point bisa berupa berupa bangunan (yg kecil atau unik diantara
dataran kosong), pohon (yg berdiri sendiri), batu (atau sekumpulan
batu), orang atau binatang, atau siluet bentuk yg kontrast dgn BG, dst.
Peletakan dimana focal point juga kadang sangat berpengaruh, disini aturan "oldies" Rule of Third bermain.
Pada contoh foto dibawah, focal point adalah org berpayung yang berbaju merah
Focal point pada contoh foto dibawah adalah pada org berperahu disisi kiri
4. Carilah Foreground (FG)
Foreground bisa menjadi focal point bahkan menjadi POI (Point of Interest) dalam foto landscape anda.
Oleh sebab itu carilah sebuah FG yang kuat. Kadang sebuah FG yang baik
menentukan "sukses" tidaknya sebuah foto landscape, terlepas dari
bagaimanapun dasyatnya langit saat itu.
Sebuah object atau pattern di FG bisa membuat "sense of scale" dr foto landscape kita.
5. Pilih langit atau daratan
Langit yang berawan bergelora, apalagi pada saat sunset atau sunrise,
akan membuat foto kita menarik, tapi kita tetap harus memilih apakah
kita akan membuat foto kita sebagian besar terdiri dari langit dgn
meletakan horizon sedikit dibawah, atau sebagian besar daratan dgn
meletakkan horizon sedikit dibagian atas.
Seberapa bagus pun daratan
dan langit yang kita temui/hadapi saat memotret, membagi 2 sama bagian
antara langit yang dramatis dan daratan/FG yang menarik akan membuat
foto landscape menjadi tidak focus, krn kedua bagian tersebut sama
bagusnya.
Komposisi dgn menggunakan prisip "oldies" Rule of
Third akan sangat membantu. Letakkan garis horizon, di 1/3 bagian atas
kalau kita ingin menonjolkan (emphasize) FG nya, atau letakkan horizon
di 1/3 bagian bawah, kalau kita ingin menonjolkan langitnya.
Tentu saja hukum "Rule of Third" bisa dilanggar, andai pelanggaran itu
justru memperkuat focal point dan bukan sebaliknya. Juga tidak selalu
dead center adalah jelek
Pelangaran "Rule of Third" yang meletakkan horizon jauh di bawah, tapi justru menguatkan focal point
Pelanggaran Rule of Third yang membagi 2 sama antara langit dan bumi
6. Carilah Garis/ Lines/ Pattern
Sebuah garis atau pattern bisa membuat/menjadi focal yang akan
menggiring mata untuk lebih jauh mengexplore foto landscape anda. Kadang
leading lines atau pattern tersebut bahkan bisa menjadi POI dari foto
tersebut.
Garis-garis, juga bisa memberikan sense of scale atau image depth (kedalaman ruang).
Garis atau pattern bisa berupa apa saja, deretan pohon, bayangan, garis jalan,tangga, tepi danau/laut,dst.
Hanya
dengan seringnya melakukan hunting atau photo trip, kita akan terbiasa
melihat lines?shape dan pattern yang terkadang tersamarkan atau berbaur
dengan alam atau lingkungannya. Angle dan komposisi dapat memperkuat
sebuah leading lines atau shape yang ada.
7. Capture moment & movement
Sebuah foto Landcsape tidak berarti kita hanya menangkap (capture)
langit, bumi atau gunung, tapi semua elemen alam, baik itu diam atau
bergerak seperti air terjun, aliran sungai, pohon2 yang bergerak,
pergerakan awan, dst, dapat menjadikan sebuah foto landscape yang
menarik.
Sebuah foto landscape tidak harus mengambarkan sebuah
pemandangan luas, seluas luasnya, tapi sebuah isolasi detail, baik
object yang statis maupun yg secara dinamis bergerak, bisa menjadi
sebuah subject dari sebuah foto landscape.
8. Bekerja sama dengan alam atau cuaca
Sebuah
scene dapat dengan cepat sekali berubah. Oleh sebab itu menentukan
kapan saat terbaik untuk memotret adalah sangat penting. Kadang
kesempatan mendapat scene terbaik justru bukan pada saat cuaca cerah
langit biru, tapi justru pada saat akan hujan atau badai atau setelah
hujan atau badai, dimana langit dan awan akan sangat dramatis.
Selain kesabaran dalam "menunggu" moment, kesiapan dalam setting
peralatan dan kejelian dalam mencari object dan Focal Point seperti
awan, ROL (ray of light), pelangi, kabut, dll.
9. Golden Hours & Blue hours
Pada normal colour landscape photography, saat terbaik biasanya adalah
saat sekitar (sebelum) matahari terbenam (sunset) atau setelah matahari
terbit (sunrise).
Golden hours adalah saat, biasanya 1-2 jam sebelum matahari terbenam
(sunset) hingga 30 menit sebelum matahari terbenam, dan 1-3 jam sejak
matahari terbit, dimana "golden light" atau sinar matahari akan membuat
warna keemasaan pada object.
Selain itu, saat golden hours juga akan membuat bayangan pada oject,
baik itu pohon, atau orang menjadi panjang dan bisa menjadi leading
lines spt yg disebutkan pada #6 diatas.
Jika kita memotret pada saat golden hours sudah lewat, atau pada saat
matahari sudah terik, biasanya hasilnya akan flat atau harsh lightingnya
krn matahari sudah jauh diatas.
Ini
berlawananan dgn IR landscape photography yg tidak mengenal golden
hours, dimana saat terbaik justru pada saat tengah teriknya matahari.
Blue hours adalah beberapa saat, biasanya hingga 20-30 menit setelah
matahari terbenam (sunset), dimana matahari sudah tebenam, tapi langit
belum gelap hitam pekat. Pada saat ini langit akan berwarna biru.
Jadi adalah kurang tepat, bahwa pada saat matahari sudah terbenam dan
langit mulai gelap (oleh mata kita), kita langsung mengemas/beres2
gear/tripod kita. Justru pada saat ini kita bisa mendapatkan sebuah
scene yang bagus dimana langit akan berwarna biru dan tidak hitam pekat.
Biasanya dgn long exposure, awan pun (walau kalau kita lihat dgn mata
telanjang sdh tidak tampak) masih akan terlihat jelas dan memberikan
texture pada birunya langit.
Sunrise
Before Sunset
Golden Hours
BlueHours
10. Cek Horizon
Walaupun sekarang dgn mudah kesalahan ini dapat di koreksi dgn image
editor tapi saya masih berkeyakinan "get it right the first time" akan
lebih optimal.
Ada 2 hal terakhir saat sebelum kita menekan shutter:
- Apakah horizonya sudah lurus, ada beberapa cara untuk bisa mendapatkan horion lurus saat eksekusi di lapangan, lihat #12
- Apakah horizon sdh di komposisikan dgn baik, lihat #5 untuk
pengaplikasian Rule of third. Peraturan/rule kadang dibuat untuk
dilangar, tapi jika scene yang akan kita buat tidak cukup kuat (strong)
elementnya, biasanya Rule of Third akan sangat membantu membuat
komposisi menjadi lebih baik. Memang dgn croping nantinya di software
pengolah gambar, kita bisa memperbaikinya. Tapi kalau tidak dgn
terpaksa, lebih baik pada saat eksekusi kita sudah menempatkan horizon
pada posisi yang sebaiknya.
Contoh
foto dibawah adalah salah satu dr foto yang saya ambil amannya (save)
untuk posisi horizon pada saat eksekusi. Oleh krn itu horizon saya
letakkan pas ditengah saja, dgn harapan pada saat itu, saya bisa
melakukan cropping nantinya (baik dicrop bagian atas atau pun bagian
bawah).
11. Ubah sudut pandang/angle/view anda
Kadang kita terpaku dgn sudut pandang atau angle yang umum kita
lakukan, atau mungkin kalau kita mengunjungi suatu tempat yang sering
kita lihat fotonya baik itu dimajalah atau website seperti di FN ini,
kita menjadi "latah" dan memotret dgn angle yang sama.
Banyak cara untuk mendapatkan fresh point of view. Tidak selamanya
"eye-level angle" (posisi normal saat kita berdiri) dalam memotret itu
yang terbaik. Coba dgn high-angle (kamera diangkat diatas kepala),
waist-level angle, low level, dst, coba berbagai format horizontal
dan/atau vertikal.
Atau mencoba mencari spot atau titik berdiri yang berbeda atau tempat
yang berbeda, misalnya dari atas pohon (ada memang fotografer senior
yang saya kenal yang senang memanjat pohon untuk utk mendapatkan view yg
berbeda, dan hasilnya memang berbeda dan unik), atau mencoba berdiri
lebih ketepi jurang, atau bahkan tiduran ditanah... tentu saja dgn lebih
mengutamakan keselamatan anda sendiri sbg faktor yang lebih utama dan
menghitung resiko yang mungkin didapatkan.
Satu hal yang harus dipahami, mencoba dengan sudut pandang yang berbeda
tidak selalu otomatis gambar kita akan lebih bagus atau lebih baik,
tapi begitu sekali anda mendapatkan yang lebih bagus, dijamin pasti
berbeda dgn yang lain.
Dengan sering ber-experimen dgn berbagai angle, lama-kelamaan insting
anda akan terlatih saat berada di lapangan untuk mendapatkan tidak hanya
angle yang bagus, tapi juga berbeda.
Jangan memotret berulang2 pada
satu titik/spot. Cobalah untuk bergeser beberapa meter kesamping atau
kedepan, atau bahkan berjalan jauh.
Juga sesekali coba untuk menoleh kebelakang untuk melihat, kadang bisa mendapatkan angle yang menarik dan berbeda.
3-5 exposure/jepretan pada satu titik dan "move on, change spot, change
orientation (landscape <-> portrait), look back, change lenses".
Terutama jika anda sering travelling, baik itu ke tempat yang sudah
umum atau ke tempat yang jarang di kunjungi fotografer. Ada kalanya kita
ada pada suatu spot dimana foto dari lokasi itu sudah merupakan lokasi
"sejuta umat" dimana ratusan bahkan ribuan fotografer pernah memotret di
spot yg sama dan menghasilkan foto yang mirip atau beda-beda tipis.
Gunakan foto-foto yang sering anda lihat tersebut sebagai referensi,
pelajari dan aplikasikan tekniknya dan coba menemukan sesuatu yang
berbeda. Make a difference
12. Pergunakan peralatan bantu
Penggunaan beberapa peralatan bantu dibawah akan sangat membantu untuk mendapatkan foto landscape yang lebih baik.
- CPL filter : untuk lebih memekatkan/ saturasi warna, memekatkan warna biru pada langit, menghilangkan pantulan, dst.
- ND filter : Untuk menurunkan exposure, untuk mendapatkan slow exposure speed. Dari ND2, ND4, ND8. ND400 hingga ND1000
- Graduated
ND filter :Untuk menyeimbangkan exposure antara bagian atas dan bawah,
misalnya antara langit dan daratan. Dari ND 0.1, 0.2, 0.3, 0.6 hingga
1.2
Ada 2 type Graduated ND: Soft Edge & Hard Edge
-
Graduated color filter, seperti graduated Sunset, Graduated Tobacco,
Graduated Blue Fluorescent, dsb, dengan berbagai kepekatan dan type
(mirip dgn normal Graduated ND)
Bubble
level : Untuk mendapatkan horizon yang level/datar sempurna. Bisa juga
menggunakan grid pada view finder atau menggunakan focusing screen yang
mempunyai grid.
13. Lensa yang dipergunakan
Kadang sering ada asumsi bahwa sebuah foto landscape itu harus
menggunakan lensa yang selebar mungkin. Tapi dalam membuat sebuah foto
landscape, semua lensa dapat dipergunakan, dari lensa super wide (14mm,
16mm, dst), wide (20mm - 35m), medium, (50mm - 85mm), hingga tele/super
tele (100mm - 600mm). Semua range lensa bisa dan dapat dipergunakan.
Semua itu tergantung atas kebutuhan dan scene yang kita hadapi. Lensa
wide/super wide kadang dibutuhkan jika kita ingin merangkum sebuah scene
seluas-luasnya dgn memasukan object yang banyak atau yang berjauhan
atau ingin mendapatkan perspektif yg unik.Tapi kadang sebuah tele bisa
digunakan untuk mengisolasi scene sehingga lebih un-cluttered, simple
dan focus.
Jika tiba pada suatu lokasi/spot, usahakan mencoba dgn semua lensa yang
anda bawa. Jangan terpaku pada satu lensa dan memotret berulang-ulang.
Kadang diperlukan kejelian, untuk melihat dan mencari suatu bentuk unik
atau pattern dari luasnya sebuah scene landscape, sehingga kita dapat
meng-isolasi dgn menggunakan lensa yang tepat. Hanya dengan sering
memotret dan menghadapi berbagai scene di berbagai kondisi yang dapat
mengasah insting anda, baik itu object apa yang harus dicari ataupun
lensa apa yg harus dipergunakan.
Penggunaan lensa yg tidak standard seperti fish-eye (baik itu yang
diagonal maupun yang full-circular) bisa juga mendapatkan view yang
menarik, tentu dgn pengunaan pada saat yang tepat. Tidak selalu
penggunaan fish-eye menghasilkan foto yg "bagus" walau memang berbeda.